PROBLEMATIKA PESERTA DIDIK

MAKALAH

BIMBINGAN DAN KONSELING

TENTANG

PROBLEMATIKA PESERTA DIDIK

 iain

DISUSUN OLEH

PAUSIL                                     : 409.054

IBRAHIM SALEH                 : 411.386

RIFA’ATUL MAHMUDAH : 409.429


DOSEN PEMBIMBING:

Dr. H. GUSRIL KENEDI, M.Pd


JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA ARAB (PBA)

FAKULTAS TARBIYAH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)

IMAM BONJOL PADANG

2013/2014

BAB I

PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG

Problematika ialah sekumpulan masalah yang terjadi pada seseorang, baik secara individual maupun sekelompok orang. Masalah adalah suatu hal yang melekat dalam sebuah kehidupan. Masalah ialah suatu yang menghambat, merintangi, mempersulit bagi orang dalam usahanya mencapai sesuatu. Bentuk konkrit dari hambatan/rintangan itu dapat bermacam-macam, misalnya godaan, gangguan dari dalam atau dari luar, tantangan yang ditimbulkan oleh situasi hidup.

Peserta didik atau anak didik adalah setiap orang yang menerima pengaruh dari seseorang atau sekelompok orang yang menjalankan kegiatan pendidikan.[1] Problematika peserta didik ialah berbagai macam masalah yang tengah dihadapi oleh peserta didik dalam ruang lingkup pendidikan atau proses belajar mengajar. Guru adalah subjek yang memilik peran yang sangat penting dalam memberikan solusi terhadap masalah-masalah tersebut. Karena guru merupakan orang tua bagi anak didik di sekolah. Sebagai orang tua, guru harus menganggapnya sebagai “anak didik”, bukan menganggapnya sebagai “peserta didik”.[2]

Siswa di sekolah sebagai manusia (individu) dapat dipastikan memiliki masalah, tetapi kompleksitas masalah-masalah yang dihadapi oleh individu yang satu dengan yang lainnya tentulah berbeda-beda. Masalah-masalah yang dihadapi oleh anak didik sangatlah banyak. Guru harus bisa memahami karakteristik masing-masing individu anak didik.

Berdasarkan uraian singkat di atas, pemakalah ingin mengupas lebih jauh dalam makalah ini dengan tema “Problematika Peserta Didik”. Peserta didik yang pemakalah maksud adalah peserta didik dan dunia pendidikan. Secara umum ada lima problematika peserta didik di sekolah, yaitu: masalah individu yang berhubungan dengan Tuhannya, masalah individu yang berhubungan dengan dirinya sendiri, masalah individu yang berhubungan dengan lingkungan keluarga, masalah individu yang berhubungan dengan lingkungan kerja, dan masalah individu yang berhubungan dengan lingkungan sosial.

B.     RUMUSAN DAN BATASAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang di atas, maka pemakalah membatasi permasalahan dalam makalah ini sebagai berikut:

  1. Problematika peserta didik di lingkungan sekolah
  2. Bentuk-bentuk permasalahan peserta didik dan jalan penyelesaiannya

C.    TUJUAN DAN MANFAAT

Adapun tujuan yang diharapkan dari makalah ini ialah sebagai berikut:

  1. Mengetahui problematika peserta didik di lingkungan sekolah
  2. Mengetahui bentuk-bentuk permasalahan peserta didik dan jalan penyelesaiannya

 Secara umum, manfaat yang diharapkan dari makalah ini ialah:

  1. Menambah wawasan dan pengetahuan pemakalah dan pembaca tentang problematika peserta didik
  2. Membantu pemakalah dan pembaca dalam mengidentifikasi masalah-masalah peserta didik yang sering terjadi di sekolah
  3. Menambah pengetahuan pemakalah dan pembaca tentang bagaimana cara menyelesaikan permasalahan-permasalahan peserta didik

BAB II

PEMBAHASAN

PROBLEMATIKA PESERTA DIDIK

 A. PROBLEMATIKA PESERTA DIDIK

Menurut Tohirin (2007: 111) siswa di sekolah dan madrasah sebagai manusia (individu) dapat dipastikan memiliki masalah, akan tetapi kompleksitas masalah-masalah yang dihadapi oleh individu yang satu dengan yang lainnya tentulah berbeda-beda. Masalah-masalah yang dialami siswa di sekolah berkenaan dengan:

1. Perkembangan individu

Setiap individu dilahirkan ke dunia dengan membawa hereditas tertentu. Hal ini berarti bahwa karakteristik individu diperoleh melalui pewarisan dari pihak orang tuanya. Karakteristik tersebut menyangkut fisik dan psikis atau sifat-sifat mental.

Hereditas merupakan aspek bawaan dan memiliki potensi untuk berkembang. Seberapa jauh perkembangan individu itu terjadi dan bagaimana kualitas perkembangannya, bergantung kepada kualitas hereditas dan lingkungan yang mempengaruhinya. Lingkungan merupakan factor penting disamping hereditas yang menentukan perkembangan individu.

Perkembangan dapat berhasil dengan baik, jika factor-faktor tersebut bisa saling melengkapi. Untuk mencapai perkembangan yang baik harus ada asuhan terarah. Asuhan dalam perkambangan dengan melalui proses belajar sering disebut pendidikan.

2. Masalah Perbedaan individu dalam hal: kecerdasan, kecakapan, hasil belajar, bakat, sikap, kebiasaan, pengetahuan, kepribadian, cita-cita, kebutuhan, minat, pola-pola dan tempo perkembangan, ciri-ciri jasmaniah, dan latar belakang lingkungan.

Syaiful Bahri Djamarah (2000:55) mengklasifikasikan perbedaan individual anak didik menjadi tiga aspek, yaitu perbedaan biologis, intelektual, dan psikologis.

a. Perbedaan biologis

Di dunia ini tidak ada seorang pun yang memiliki jasmani yang persis sama, meskipun dalam satu keturunan. Aspek biologis tidak bisa dianggap sebagai aspek yang tidak penting. Perbedaan biologis akan mempengaruhi peserta didik dalam berinteraksi dan menyesuaikan diri dengan teman-temannya. Perbedaan warna kulit misalnya, seorang peserta didik yang berkulit hitam akan menjadi perbandingan bagi teman-teman yang lainnya. Bahkan akan menjadi bahan ejekan bagia sebagian anak didik.

b. Perbedaan intelektual

Inteligensi merupakan salah satu aspek yang selalu aktual untuk dibicarakan dalam dunia pendidikan. Keaktualan itu dikarenakan inteligensi adalah unsur yang ikut mempengaruhi keberhasilan belajar anak didik. Inteligensi adalah kemampuan untuk memahami dan beradaptasi dengan situasi yang baru dengan cepat dan efektif, kemampuan untuk menggunakan konsep yang abstrak secara efektif, dan kemampuan untuk memahami hubungan dan mempelajarinya dengan cepat.

c. Perbedaan Psikologis

Di sekolah perbedaan aspek psikologis ini tak dapat dihindari, disebabkan pembawaan dan lingkungan anak didik yang berlainan antara yang satu dengan yang lainnya. Dalam pengelolaan pengajaran, aspek psikologis sering menjadi ajang persoalan, terutama yang menyangkut masalah minat dan perhatian anak didik terhadap bahan pelajaran yang diberikan.

3. Masalah kebutuhan individu dalam hal memperoleh kasih sayang, memperoleh harga diri, memperoleh penghargaan yang sama, ingin dikenal, memperoleh prestasi dan posisi, untuk dibutuhkan orang lain, merasa bagian dari kelompok, rasa aman dan perlindungan diri, dan untuk memperoleh kemerdekaan diri.

4. Masalah penyesuaian diri dan kelainan tingkah laku.

Kegiatan atau tingkah  merupakan laku individu pada hakikatnya merupakan cara pemenuhan kebutuhan. Banyak cara yang dapat ditempuh individu untuk memenuhi kebutuhannya, baik secara yang wajar maupun yang tidak wajar, cara yang disadari maupun cara yang tidak disadari. Yang penting untuk dapat memenuhi kebutuhan ini, indiviidu harus dapat menyesuaikan antar kebutuhan dengan segala kemungkinan yang ada dalam lingkungan, disebut sebagai proses penyesuaian diri. Individu harus dapat menyesuaikan diri dengan berbagai lingkungan baik lingkungan sekolah, rumah maupum masyararakat.

5. Masalah belajar.

Belajar merupakan kegiatan inti. Pendidikan itu sendiri dapat diartikan sebagai bantuan perkembang-an melalui kegiatan belajar. Secara psikologis belajar dapat diartikan sebagai proses memperoleh perubahan tingkah laku (baik dalam kognitif, af’ektif, maupun psikomotor) untuk memperoleh respons yang diperlukan dalam interaksi dengan lingkungan secara efisien.

Kegitatan belajar dapat meniimbulkan berbagai masalah baik bagi pelajar itu sendiri maupun bagi pengajar. Misalnya bagaimana menciptakan knndisi yang baik agar berhasil, memilih metode dan alat-alat sesuai dengan jonis dan situasi belajar, membuat rencana belajar bagi siswa, menyesuaikan proses belajar dengan keunikan siswa, penilaian hasil belajar, diagnosis kesulitan belajar, dan sebagainya. Bagi siswa sendiri, masalah-masalah belajar yang mungkin timbul misalnya pengaturan waktu belajar, memilih cara belajar, menggunakan buku-buku pelajaran, belajar berkelompok, mempersiapkan ujian, memilih mata pelajaran yang cocok, dan sebagainya.

Sebagai makhluk manusia, anak didik memiliki karakteristik. Menurut Sutari Iman Barnadib, Suwarno, dan Siti Mechati, anak didik memiliki karakteristik tertentu, yakni:[3]

  1. Belum memiliki pribadi dewasa susila sehingga masih menjadi tanggung jawab pendidik atau guru
  2. Masih menyempurnakan aspek tertentu dari kedewasaannya sehingga masih menjadi tanggung jawab pendidik
  3. Memiliki sifat-sifat dasar manusia yang sedang berkembang secara terpadu yaitu kebutuhan biologis, rohani, sosial, inteligensi, emosi, kemampuan berbicara, anggota tubuh untuk bekerja (kaki, tangan, jari), latar belakang sosial, latar belakang biologis (warna kulit, bentuk tubuh, dan lainnya), serta perbedaan individual.

Menurut M. Hamdan Bakran Adz-Dzaky (2004) mengklasifikasikan masalah individu termasuk siswa sebagai berikut:[4]

1. Masalah individu yang berhubungan dengan Tuhannya

Hubungan seseorang atau individu dengan Tuhannya adalah hubungan yang sangat penting. Hubungan ini berkaitan dengan perasaan keberagamaan. Perasaan keagamaan termasuk bentuk perasaan yang luhur dalam jiwa manusia, karena perasaan keagamaan menggerakkan hati manusia agar ia lebih banyak melakukan perbuatan yang baik.[5]

Menurut Tohirin ialah masalah individu yang berhubungan dengan Tuhannya berkaitan dengan kegagalan individu melakukan hubungan secara vertikal dengan Tuhannya. Seperti sulit menghadirkan rasa takut, memiliki rasa tidak bersalah atas dosa yang dilakukan, sulit menghadirkan rasa taat, merasa bahwa Tuhan senantiasa mengawasi perilakunya sehingga individu merasa tidak memiliki kebebasan. Dampak semuanya itu adalah timbulnya rasa malas atau enggan melaksanakan ibadah dan sulit untuk meninggalkan perbuatan-perbuatan yang dilarang Tuhan.

2.Masalah individu yang berhubungan dengan dirinya sendiri

Kegagalan bersikap disiplin dan bersahabat dengan hati nurani yang selalu mengajak atau menyeru dan membimbing kepada kebaikan dan kebenaran Tuhannya. Dampaknya adalah muncul sikap was-was, ragu-ragu, berprasangka buruk (Su’uon), rendah motivasi, dan dalam banyak hal tidak mampu bersikap mandiri.

3. Masalah individu yang berhubungan dengan lingkungan keluarga

Salah satu aspek penting dalam hubungan orang tua dengan anak adalah gaya pengasuhan yang diterapkan oleh orang tua. Diana Baumrind (dalam Lerner & Hultsch, 1983) merekomendasikan tiga tipe pengasuhan yang dikaitkan dengan aspek-aspek yang berbeda dalam tingkah laku sosial anak, yaitu otoriatif, otoriter, dan permisif.[6]

Menurut Resmita (2009, 144-145) otoritatif yaitu pengasuhan dengan memperlihatkan pengawasan yang ekstra ketat terhadap tingkah laku anak, namun juga bersikap responsif, menghargai dan menghormati pemikiran, perasaan, serta mengikutsertakan anak dalam pengambilan keputusan. Sehingga anak-anak lebih percaya pada diri sendiri, pengawasan diri sendiri, dan mampu bergaul baik dengan teman-teman sebayanya. Otoriter adalah suatu gaya pengasuhan yang membatasi dan menuntut anak untuk mengikuti perintah-perintah orang tua. Anak dari orang tua yang otoriter cenderung bersifat curiga pada orang lain dan merasa tidak bahagia dengan dirinya sendiri, merasa canggung berhubungan dengan teman sebaya, dan memiliki prestasi belajar yang rendah. Permisif dapat dibedakan kepada dua yaitu: Pertama, pengasuhan permissive-indulgent yaitu suatu gaya pengasuhan di mana orang tua sangat terlibat dalam kehidupan anak, tetapi menetapkan sedikit batas atau kendali atas mereka. Akibatnya anak-anak tidak pernah belajar mengendalikan perilaku mereka sendiri dan selalu mengharapkan agar semua kemauannya dituruti. Kedua, pengasuhan permissive-indefferent yaitu suatu gaya pengasuhan di mana orang tua sangat tidak terlibat dalam kehidupan anak. Anak-anak yang dibesarkan oleh orang tua dengan pengasuhan seperti ini cenderung kurang percaya diri, pengendalian diri yang buruk, dan rasa harga diri yang rendah.

Masalah-masalah yang dihadapi oleh peserta didik di tengah-tengah keluarganya berakibat dari cara pengasuhan orang tua yang tidak baik. Masalah-masalah tersebut terlihat dengan kesulitan atau ketidakmampuan mewujudkan hubungan yang harmonis antara anggota keluarga seperti antara anak dengan ayah dan ibu, adik dengan kakak, dan saudara-saudara lainnya. Kondisi ketidakharmonisan dalam keluarga menyebabkan anak merasa tertekan, kurang kasih sayang, dan kurangnya ketauladanan dari kedua orang tua.

4. Masalah individu yang berhubungan dengan lingkungan kerja

Kegagalan individu memilih pekerjaan yang sesuai dengan karakteristik pribadinya, kegagalan dalam meningkatkan prestasi kerja, ketidakmampuan berkomunikasi dengan atasan, rekan kerja, dan kegagalan melaksanakan pekerjaan-pekerjaan yang menjadi tugas dan tanggung jawabnya. Khususnya siswa, masalah yang berhubungan denngan karier misalnya ketidakmampuan memahami tentang karier, kegagalan memilih karier yang sesuai dengan latar belakang pendidikan dan karakteristik pribadinya.

5. Masalah individu yang berhubungan dengan lingkungan sosial

Peserta didik belajar bergaul dan menyesuaikan diri dengan teman sebaya merupakan suatu usaha untuk membangkitkan rasa sosial atau usaha memperoleh nilai-nilai sosial. Oleh karena itu, tidak dapat dipungkiri peserta didik akan menghadapi permasalahan-permasalahan sosial dalam hidupnya.

Permasalahan sosial itu berkenan dengan ketidakmampuan melakukan penyesuaian diri (adaptasi) baik dengan lingkungan tetangga, sekolah, dan masyarakat atau kegagalan bergaul dengan lingkungan yang beraneka ragam watak, sifat, dan perilaku.

Zulkifli (2006, 61) mengatakan bahwa dalam kehidupan keluarga, anak laki-laki harus diajari berperan sebagai laki-laki, anak perempuan harus diajari berperan sebagai perempuan. Hal ini sesuai dengan tuntutan masyarakat tempat anak laki-laki berperan sosial sebagai pria, anak perempuan berperan sosial sebagai wanita. Untuk menunjang tugas perkembangan itu, guru hendaknya mengajarkan peran sosial yang sewajarnya, masing-masing untuk murid laki-laki dan murid perempuan.

Semua masalah di atas harus diidentifikasi oleh guru pembimbing di sekolah dan madrasah, sehingga bisa menetapkan skala prioritas masalah mana yang harus dibicarakan terlebih dahulu dalam pelayanan bimbingan dan konseling. Masalah-masalah di atas juga harus menjadi pertimbangan bagi guru pembimbing di sekolah dan madrasah dalam menyusun program bimbingan dan konseling.

BAB III

PENUTUP

A.    KESIMPULAN

Berdasarkan uraian yang pemakalah paparkan di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa problematikan atau permasalahan-permasalahan yang dialami peserta didik sangat banyak dan bermacam-macam. Secara garis besar, permasalahan-permasalahan peserta didik dapat dikelompokkan menjadi 5, yaitu:

1. Permasalahan individu yang berhubungan dengan Tuhannya

2. Permasalahan individu yang berhubungan dengan dirinya sendiri

3. Permasalahan individu yang berhubungan dengan lingkungan keluarga

4. Permasalahan individu yang berhubungan dengan lingkungan kerja

5. Permasalahan individu yang berhubungan dengan lingkungan sosial

Sedangkan menurut M. Hamdan Bakran Adz-Dzaky permasalahan-permasalahan peserta didik dapat dikelompokkan menjadi 5, yaitu:

1. Permasalahan individu yang berhubungan dengan Tuhannya

2. Permasalahan individu yang berhubungan dengan dirinya sendiri

3. Permasalahan individu yang berhubungan dengan lingkungan keluarga

4. Permasalahan individu yang berhubungan dengan lingkungan kerja

5. Permasalahan individu yang berhubungan dengan lingkungan sosial

B. KRITIK DAN SARAN

Pemakalah menyadari, bahwa dalam makalah ini banyak terdapat kesalahan dan kekhilafan, baik dari aspek penulisan maupun penggunaan bahasanya. Maka dari itu, pemakalah sangat mengharapakan kritikan dan saran yang mendukung makalah ini. Agar menjadi bahan pertimbangan dan pelajaran bagi pemakalah untuk selanjutnya.

DAFTAR KEPUSTAKAAN

 Desmita. 2009. Psikologi Perkembangan. Bandung: PT Remaja RosdaKarya

Djamarah, Syaiful Bahri. 2000. Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif. Jakarta: PT Rineka Cipta

Tohirin. 2007. Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah (Berbasis Integrasi). Jakarta: PT RajaGrafindo Persada

Zulkifli. 2006. Psikologi Perkembangan. Bandung: PT Remaja RosdaKarya


[1] Syaiful Bahri Djamarah. Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif. Jakarta: PT Rineka Cipta, 2000. Hal 51

[2] Syaiful. Op.cit. hal. 3

[3] Syaiful. Op. Cit. Hal 52

[4] Tohirin. Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2007. Hal 112-113

[5] Zulkifli. Psikologi Perkembangan. Bandung: PT Remaja RosdaKarya. 2006. Hal 60

[6] Desmita. Psikologi Perkembangan. Bandung: PT Remaja RosdaKarya. 2009. Hal 144

Leave a comment